9 Juni 2013

AKU BANGGA AKU TAHU


Aku Bangga Aku Tahu
“Kampanye edukasi  tentang HIV dan AIDS Kepada Populasi umum Usia 15-24 Tahun”
dr.fathurrohim,M.Kes
Promosi Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Banten

Hasil Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan tahun 2010 menunjukkan bahwa hanya 11,4% populasi umum usia 15-24 tahun yang memiliki pengetahuan yang benar dan komprehensif tentang HIV dan AIDS. Tidak heran jika penderita AIDS semakin muda usianya, karena mereka tidak tahu apa yang dapat membuat mereka tertular HIV dan apa yang tidak. Data perkembangan AIDS terakhir menunjukkan terjadinya pergeseran usia penderita AIDS kekelompok usia yang lebih muda. Persentase kumulatif kasus AIDS tertinggi pada kelompok umur 20–29 tahun (45,4%), kelompok umur 30–39 tahun (30,7%), kelompok umur 40–49 tahun tahun (9,9%). Jika dibutuhkan waktu 5 – 10 tahun untuk membuat seorang pengidap HIV masuk ke kondisi AIDS, berarti usia penderita saat pertama kali terinfeksi HIV jauh lebih muda lagi.     
Secara universal upaya pencegahan dan pengendalian HIV dan AIDS yang dilaksanakan dibagi atas dua (2) kelompok: Kepada Kelompok Kunci , juga disebut Kelompok Risiko Tinggi (kelompok yang kondisi dan lingkungan serta perilakunya menempatkan kelompok ini berada dalam risiko tinggi untuk tertular atau menularkan HIV, diantaranya: pengguna narkoba dengan jarum suntik, penjaja seks, narapidana, LSL/lelaki seks dengan lelaki). Kelompok yang kedua adalah Kelompok Populasi Umum (meski diantara anggota kelompok ini ada yang berperilaku yang berisiko tinggi untuk tertular dan menularkan HIV). Kedua upaya ini dilaksanakan dengan pendekatan yang berbeda. Upaya pencegahan dan pengendalian HIV dan AIDS Kementerian Kesehatan yang ditujukan kepada Kelompok Kunci dilaksanakan secara lebih langsung dan terbuka melalui pemberian konseling, dan pengobatan/terapi yang dibutuhkan, dengan penekanan pada pengendalian dan pemutusan segera mata rantai penyebarannya
                         Sedangkan upaya yang ditujukan kepada Kelompok Populasi Umum dilaksanakan dengan penekanan pada upaya promotif dan preventif untuk mencegah terjadinya penularan. tujuan Kampanye “Aku Bangga Aku Tahu” untuk meratakan informasi yang benar dan komprehensif tentang HIV dan AIDS kepada kaum muda, populasi umum usia 15-24 tahun, agar mereka dapat menjaga dirinya agar tidak tertular. Kampanye ini dirancang dan dilaksanakan dengan didasari pemahaman dan penghargaan yang tinggi kepada kaum muda sebagai pribadi yang memiliki kekuatan dan kemampuan untuk melakukan pilihan-pilihan agar kehidupannya menjadi lebih bermakna, seperti yang diinginkannya. Diharapkan upaya pemerataan informasi tentang HIV dan AIDS akan melengkapi dan mendukung kaum muda dalam mempertimbangkan dan membuat keputusan-keputusannya.
                         Hasil yang diharapkan dari pelaksanaan Kampanye “Aku Bangga Aku Tahu” adalah dengan memiliki pengetahuan yang benar dan komprehensif tentang HIV dan AIDS, maka diharapkan kaum muda, populasi umum usia 15-24 tahun akan:
• Dapat menjaga dirinya agar tidak tertular
• Akan tetap bergaul dan tidak memperlakukan sesamanya yang telah tertular secara diskriminatif, karena kini mereka telah tahu persis apa saja yang dapat membuat mereka tertular dan apa yang tidak
• Bagi yang merasa bahwa pernah atau telah berperilaku yang berisiko, menyadari kondisinya dan memeriksakan diri agar mendapatkan pertolongan yang dibutuhkannya
• Bagi yang HIV positif akn mendapatkan dukungan konseling dan terapi sehingga dapat tetap menjalankan aktivitasnya, berkarya bagi masa depannya dan keluarganya

bencana HIV-AIDS berawal dari seks beresiko




BENCANA HIV-AIDS BERAWAL DARI SEKS BERESIKO
dr.fathurrohim,M.Kes
Promosi Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Banten


HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome), ada di tengah- tengah kita. Bahkan, bukan cerita baru, kalau ada bayi tertular HIV yang menggerogoti kekebalan tubuhnya. Kesalahan pun tak jarang ditimpakan pada sang ibu. Benarkah ibu merupakan sumber penularan infeksi bagi buah hatinya? Jawabannya TIDAK sebab bayi tertular HIV, sebetulnya dari orangtua ke bayi. Bahkan, sebagian besar kasus penularan HIV ini berawal dari suami ke isteri, baru kemudian ke bayinya.Berdasarkan data Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kemenkes RI hingga Maret 2012, 71 persen pengidap AIDS adalah laki-laki, sedang perempuan sebesar 28%. Perbandingannya 3:1. bila laki-laki ini berstatus suami, maka terbuka peluang besar isteri akan tertular HIV/AIDS. Untuk menanggulangi penyebaran HIV/AIDS, Kementerian Kesehatan kini melakukan berbagai langkah pencegahan. Ada tiga upaya preventif yang dilakukan, yakni pertama pencegahan melalui transmisi seksual. Kedua, pencegahan penularan melalui alat suntik. Ketiga, menekan terjadinya kasus ibu menulari bayinya.
Penularan HIV tak mengenal usia. Bayi baru lahir pun terancam virus ini akibat perilaku seks berisiko dari orangtuanya. Pemerintah terus melakukan upaya yang sungguh-sungguh untuk menanggulangi penyebaran HIV, antara lain mendorong puasa seks, saling setia dan penggunaan kondom untuk seks berisiko. Pencegahan melalui transmisi seksual merupakan langkah yang tak mudah untuk ditempuh. Kalau dilihat dari penyebab utamanya, HIV/ AIDS justru berkembang karena terjadinya hubungan seks risiko tinggi, bukan lagi penggunaan narkoba suntik. Pengeritan seks berisiko adalah hubungan seks yang berisiko terjadinya penularan penyakit atau kehamilan yang tidak direncanakan. Yang perlu menjadi perhatian adalah penyebaran berlangsungnya seks risiko tinggi ini terjadi di banyak tempat. Transaksi seks ini terjadi, baik secara terbuka maupun terselubung. Dan yang tak kalah memprihatinkan adalah terjadinya peningkatan penularan penyakit akibat hubungan seks yang signifikan di kalangan ibu-ibu rumah tangga. Salah satu cara untuk menghindari penularan tersebut adalah dengan penggunaan kondom. Namun, langkah ini cukup dilematis. Karena, bila dipahami secara keliru atau terjadi mispersepsi, apalagi jika disalahgunakan, upaya ini justru dapat berdampak negatif, misalnya munculnya seks bebas di kalangan remaja. Karenanya, untuk meningkatkan pengetahuan komprehensif di kalangan remaja usia 15-24 tahun, Kementerian kesehatan Republik Indonesia telah meluncurkan program Aku Bangga, Aku Tahu (ABAT). Kampanye terhadap generasi muda ini sekaligus bertujuan mengajak masyarakat agar dapat meningkatkan pengetahuannya tentang HIV dan AIDS. Dengan begitu, diharapkan kaum remaja dapat menghindar dari perilaku berisiko tertular dan atau menularkan HIV.


Pertemuan Pokjanal desa dan kelurahan siaga tingkat provinsi Banten 2013


PERTEMUAN POKJANAL DESA DAN KELURAHAN SIAGA
TINGKAT PROVINSI BANTEN 2013

Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 564/Menkes/SK/VIII/2006 tanggal 2 Agustus 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga. Berkaitan dengan strategi tersebut, sasaran terpenting yang ingin dicapai adalah pada akhir tahun 2008, seluruh desa siaga telah menjadi desa siaga. Desa siaga merupakan gambaran masyarakat yang sadar, mau dan mampu untuk mencegah dan mengatasi berbagai ancaman terhadap kesehatan masyarakat seperti kurang gizi, penyakit menular dan penyakit yang berpotensi menimbulkan kejadian Luar Biasa (KLB), kejadian bencana, kecelakaan,dll dengan memanfaatkan potensi setempat secara gotong royong.
Pengembangan desa siaga mencakup upaya untuk lebih mendekatkan pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat desa, menyiapsiagakan masyarakat menghadapi masalah-masalah kesehatan, memandirikan masyarakat dalam mengembangkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
       Inti kegiatan desa siaga adalah agar masyarakat mau dan mampu untuk hidup sehat. Oleh karena itu dalam pengembangan desa siaga diperlukan langkah-langkah edukatif berupa upaya mendampingi (memfasilitasi) masyarakat untuk menjalani proses pembelajaran yang berupa proses pemecahan masalah kesehatan yang dihadapinya.
       Kegiatan-kegiatan Poskesdes diselenggarakan oleh tenaga kesehatan (minimal seorang bidan) yang dibantu oleh sekurang-kurangnya dua orang kader. Tugas kader dalam pengembangan desa siaga adalah menggerakkan masyarakat dalam hal : (a) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, (b) pengamatan terhadap masalah kesehatan didesa (c) upaya Kesehatan Lingkungan (d) peningkatan Kesehatan Ibu, bayi dan anak Balita (e) Pemasyarakatan kadarzi dan (f) penyiapan masyarakat dalam menghadapi bencana.
       Peran tokoh masyarakat dalam pengembangan desa siaga juga penting terutama dalam penggerakan dan pemberdayaan masyarakat seperti menggali sumber daya untuk kesinambungan dan kelangsungan penyelenggaraan Poskesdes, menaungi dan membina Poskesdes, serta menggerakkan masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan poskesdes.
       Mengingat begitu banyak dan beragamnya tugas kader kesehatan dan tokoh masyarakat pada pengembangan desa siaga maka penting sekali memberikan wawasan, pengetahuan dan keterampilan dalam bentuk pelatihan. Salah satu kelengkapan dalam pelatihan disusun kurikulum dan modul yang digunakan sebagai acuan dalam penyelenggaraan pelatihan kader kesehatan dan tokoh masyarakat.
       Kegiatan ini dilaksanakan dengan harapan meningkatkan wawasan dan keterampilan kader dan tokoh masyarakat dalam pengembangan desa siaga sesuai tugas dan peran masing-masing, meningkatkan kemampuan melakukan pemberdayaan masyarakat dan penggalian sumber daya untuk kesinambungan dan kelangsungan desa siaga, penyelenggaraan Poskesdes dan Upaya Kesehatan Berbasis masyarakat (UKBM) lainnya dan meningkatkan kemampuan penggerakan masyarakat dalam hal :
· Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
· Pengamatan terhadap masalah kesehatan di desa
· Upaya Kesehatan Lingkungan
· Meningkatkan Kesehatan Ibu, bayi dan anak balita
· Memasyarakatkan Kadarzi